Mengapa harus ada pertemuan kalau ada perpisahan?
Amarah dan kecewa. Selalu saja menghampiriku. Entah mengapa. Rasa yang tak sanggup diucapkan. Entah kapan akan berakhir.Aku lelah. Aku bosan. Kalau harus selalu menebar senyum palsu di wajah ini. Kalau harus selalu mengenakan topeng sebelum pergi keluar.
Hancur. Mungkin satu kata itu yang bisa mendeskripsikan aku. Seorang anak yang lahir diantara dua pihak yang saling menyalahkan. Menentang ego masing-masing. Ayah benar. Begitu juga ibu.
Dulu, kita tidak seperti itu. Semuanya manis. Senyum dan tawa selalu hadir diantara kita. Kemana semua itu sekarang? Kalian tidak tahu, hanya diam dan tangis yang ada dalam diriku.
Aku mencoba mencari kebahagiaanku di luar. Bertemu teman lalu tertawa lalu pulang ke rumah dan bersedih lagi. Begitu setiap harinya.
Saat sunyi dan hening malam datang, aku merindukannya. Keluarga yang utuh. Rumah ayah di ujung sana. Rumah ibu di belahan pulau lainnya. Rumahku disini.
Iya, terkadang aku iri. Saat temanku bercerita tentang family-time mereka. Sementara aku, hanya sendiri di kamarku saja. Aku tahu aku tidak seberuntung mereka.
Terkadang aku bingung, mana yang lebih baik? Orang tuanya berpisah saat mereka masih kecil atau saat mereka sudah remaja yang mengerti arti perpisahan?
Komentar
Posting Komentar